Terdengarlah kabar oleh Abu Bakar
ash-Shidiq Ra bahwa anaknya –‘Aisyah-melontarkan suara yang cukup keras
kepada suaminya, Rasulullah Saw. Beliau yang terkenal dan terbukti
kelembutan perangainya pun langsung mendatangi rumah menantunya yang
letaknya tak jauh dari kediamannya itu.
Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat
Nu’man bin Basyir Ra, Rasulullah Saw pun mengizinkan mertua dan
sahabatnya itu untuk masuk ke dalam rumah nan mulianya. Seketika setelah
masuk, beliau langsung menghampiri ‘Aisyah sambil berkata tegas, “Wahai
putri Ummu Ruman, apakah engkau mengangkat suaramu dari Rasulullah
Saw?” Disebutkan dalam riwayat ini, Abu Bakar Ra telah memegang tangan
anaknya itu.
Melihat gelagat perbuatan sang mertua,
Rasulullah Saw langsung mengambil posisi berdiri di antara keduanya.
Beliau menghalangi, barangkali Abu Bakar akan memukul anaknya itu.
Berselang jenak, Abu Bakar pun keluar
dari rumah Nabi untuk menenangkan diri. Dalam kesempatan ini, Rasulullah
Saw mengambil langkah mendekati istrinya itu, sembari berkata,
“Tidakkah engkau melihat bahwa aku telah menghalangi laki-laki itu
(Ayahmu, Abu Bakar Ra) darimu?”
Melihat pembelaan dan kelembutan sang
Nabi, ‘Aisyah pun merasa amat dihormati nan dihargai. Ia menyadari
kesalahannnya kemudian memperbaikinya. Yang dilakukan oleh Rasulullah
Saw adalah teladan kebaikan tiada tara. Beliau memilih menasihati
istrinya saat ayahnya keluar. Padahal, ada peluang bagi beliau untuk
‘memarahi’ sang istri di depan ayahnya itu.
Lepas tenang diri dan hatinya, Abu Bakar
Ra kembali meminta izin untuk masuk ke dalam rumah. Menantu nan baik
hati itu pun mengizinkan mertuanya untuk masuk. Keterkejutan pun tak
bisa disembunyikan dari wajah sahabat yang dijuluki ash-Shidiq ini.
Pasalnya, Rasulullah Saw sudah bisa membuat istrinya tersenyum.
Sebagai bentuk penghargaan kepada
menantunya yang piawai menyelesaikan konflik terhadap pasangannya itu,
sosok laki-laki yang pertama kali masuk Islam ini berkata, “Wahai
Rasulullah,” ungkap beliau lembut, “sertakanlah aku di dalam kedamaian
kalian,” lanjutnya seraya merayu, “sebagaimana kalian menyertakanku
dalam konflik (permasalah keluarga),” pungkasnya.
Kisah nan mulia ini diriwayatkan oleh
tiga Imam hadits. Yakni Imam Ahmad dalam hadits nomor 18394, Imam Abu
Dawud dalam hadits nomor 4999 dan Imam an-Nasa’i dalam kitab al-Kubra hadits nomor 8441 dan 9110.
Saudaraku kaum muslimin, amat banyak
hikmah dalam riwayat ini. Tentang istri yang memang memiliki tabiat
‘pemancing’ konflik sebagai wujud sayangnya kepada suami, sikap suami
yang lembut dan piawai dalam manajemen masalah dan adab menasehati yang
baik, juga ketulusan mertua dalam mendampingi rumah tangga anaknya yang
memang masih butuh bimbingan.
Semoga Allah Swt melimpahkan kedamaian dan keberkahan dalam rumah tangga kita semua, kaum muslimin di mana pun beradanya.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad. sumber : Kisah Hikmah
0 komentar:
Posting Komentar